Riwayat Singkat

Ajip Rosidi dilahirkan pada 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Anak sulung dari pasangan Dayim Sutawiria (1917-1990) dan Hj. Sitti Konaah (1921-2000). Pendidikan formalnya dimulai dari Sekolah Rakyat di Jatiwangi selama 6 tahun (1950), Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953), Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956, tidak tamat). Selanjutnya belajar secara otodidak. Pada 1955 menikah dengan Fatimah Wirjadibrata dan dikaruniai 6 orang anak yaitu Hj. Nunun Nuki Aminten (1955), Hj. Titi Surti Nastiti (1957), H. Uga Perceka (1959), H. Nundang Rundagi (1961), H. Rangin Sembada (1963) dan Hj. Titis Nitiswari (1965).[1]

Hampir tiga tahun setelah wafatnya Empat -panggilan Ajip kepada istrinya- pada 2014[2], Ajip yang kala itu berusia 79 tahun kemudian menikah dengan Nani Wijaya yang berusia 72 tahun, janda dari mendiang sahabatnya sesama seniman, H. Misbach Yusa Biran (1933-2012).[3] Pernikahan keduanya di usia senja ini, kata Ajip dilandasi rasa “Ya sama-sama suka. Kami sama-sama membutuhkan kawan ya, kakek-kakek dan nenek-nenek yang membutuhkan kawan. Ya, kami bersepakat untuk menikah”.[4] Akhirnya keduanya menikah pada 16 April 2017 di Masjid Agung Sang Ciptarasa, Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat.[5]

Ajip Rosidi benar-benar membuktikan seumur hidupnya sebagai pengarang, sehingga menulis menjadi pekerjaan terakhir yang dilakukannya. Hari Rabu tanggal 29 Juli 2020 malam, Ajip Rosidi menghembuskan nafas terakhir di RSUD Tidar, Kota Magelang di usia 82 tahun.

Menurut Nundang Rundagi, putra keempatnya, “Awalnya jatuh tanggal 12 Juli di rumah. Dia (bapak) mau ke tempat biasa mengetik, dia jatuh. Saya kurang tahu karena tengah malam, Ibu Nani Wijaya berteriak. Begitu saya datang, bapak sudah jatuh, tapi sudah biru semua, lebam”. Setelah kejadian itu, keluarga memanggil dokter ke rumah untuk memeriksanya. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada Rabu 22 Juli 2020, Ajip mengalami muntah dan dokternya menyarankan untuk menjalani perawatan di RSUD Tidar Kota Magelang. Mulai dirawat sejak Kamis, 23 Juli 2020 dan diharuskan diberi tindakan operasi karena mengalami pendarahan di otak.[6]

Kondisi Ajip sempat membaik berdasarkan pernyataan dokter setelah menjalani operasi pada 25 Juli. Hingga pada 26 Juli malam, Titis Nitiswari (putri bungsunya) yang sedang menjenguk melihat tangan Ajip menghentak-hentak seperti kejang. Karena tidak terlalu intens, Titis menganggap itu gejala biasa pasca operasi. Ketika malam semakin larut, sekira pukul 23:00 WIB ternyata Ajip benar-benar mengalami kejang. Hingga dokter berupaya memberikan obat dengan dosis yang lebih tinggi. Karena kejangnya tak kunjung membaik, dokter meminta izin pada keluarga untuk memberikan obat dalam dosis yang paling maksimal namun keluarga menolak. Tiga hati setelah itu, Ajip dinyatakan meninggal.[7]

Ada ungkapan indah dari Al-Munāwi, yang dinyatakan ketika mengomentari Hadits Nabi Muhammad saw yang berbunyi: “Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya” (H.R. Muslim no. 2878). Menurut al-Munāwi: “Yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani dan ia dibangkitkan di atas hal itu” (At-Taisīr bi Syarh Jāmi’ as-Shagīr 2/859).[8]

Ajip Rosidi. Sumber foto: Tempo.co

70 Tahun Istiqamah Menulis

Karir kepenulisan Ajip Rosidi tidak hanya status yang disematkan dalam KTP-nya saja[9]. Ia benar-benar tidak pernah berhenti menulis sejak berusia 12 tahun. Saat itu, meski ia baru kelas VI di Sekolah Rakyat (kini Sekolah Dasar) di Jatiwangi namun tulisannya telah dimuat di rubrik kanak-kanak pada harian Indonesia Raya.[10]Lima tahun kemudian, saat berusia 17 tahun, buku pertamanya berjudul Tahun-tahun Kematian (kumpulan cerpen) diterbitkan pada 1955. Penerbitan buku pertamanya itu menjadi semacam batu loncatan baginya, karena untuk seterusnya Ajip sangat produktif menulis terutama karya sastra dan esai. Menurut catatan Dr. Ulritch Kratz (1988), seorang Indonesianis asal Jerman, Ajip Rosidi sampai tahun 1983 adalah pengarang sajak dan cerita pendek yang paling produktif. 326 judul karyanya dimuat dalam 22 majalah.[11]

Sampai 2008, ada 164 buku yang telah ditulis dan diterbitkan oleh Ajip di usia 70 tahun.[12] Buku-buku tersebut termasuk penerbitan karya Sunda yang disunting dan diberi pengantar oleh Ajip (27 judul), publikasi penelitianya mengenai pantun (16 judul), terjemahan Ajip atas karya sastra lain (6 judul), suntingan atas karya-karya tersebar (4 judul), ensiklopedi (2 judul), sumbangan karangan untuk buku lain (12 judul), penyunting bagi buku penghormatan atas orang lain (3 judul) dan buku karyanya yang telah diterjemahkan ke bahasa daerah lain selain Sunda atau bahasa asing (7 judul). Artinya, ada 87 judul buku yang sepenuhnya tulisan Ajip hingga berusia 70 tahun pada 2008. Tidak berhenti sampai di situ, Ajip terus menulis di kolom-kolom surat kabar, catatan harian, dan terus menulis buku. Hingga menjelang wafatnya 12 tahun kemudian (2020), sebagaimana penuturan putri bungsunya Titis, Ajip sedang menuliskan dua buku yaitu roman mengenai kehidupannya berlatar tahun 1950an[13] dan karya mengenai Nabi Muhammad saw. yang belum diketahui bentuknya apakah buku, puisi, atau karya sastera lain.[14] Catatan pribadinya yang berjudul Tapak Meri (Jejak Itik) sampai wafatnya telah ditulis setebal 30.000 halaman.[15] Rincian mengenai karya-karya yang telah ditulis Ajip serta pengaruhnya akan dikemukakan pada bagian lain tulisan ini.

Ajip Rosidi circa 1967. Sumber foto: wikipedia

Dimulai dari Gagasan

Uraian mengenai kiprah Ajip Rosidi dalam sejarah literasi di Indonesia pasca Kemerdekaan, akan ditampilkan secara diakronis. Menurut Kuntowijoyo, sejarah disebut ilmu diakronis sebab meneliti gejala-gejala yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas.[16]

Sebelum bergerak dalam bidang yang kini lebih dikenali dengan istilah literasi, Ajip telah banyak menuangkan gagasannya secara tertulis dan mengemukakannya di media massa hingga penerbitan buku, salah satunya kumpulan karangan yang diberi judul Pembinaan Minat Baca, Bahasa dan Sastera.[17] Apa yang dilakukannya untuk memperjuangkan pembincaan minat baca seperti membentuk lembaga kesenian, melaksanakan proyek penelitian dan dokumentasi, melakukan lobi ke pemerintahan hingga mengadakan konferensi, itu semua tidak terlepas dari gagasan-gagasannya yang telah sejak lama ia fikirkan.

Pada bagian selanjutnya dari artikel ini, langkah-langkah Ajip akan diuraikan secara berurutan sebagai berikut.

  1. Landasan Pemikiran. Menerangkan tulisan-tulisan terpilih Ajip yang berisi pemikirannya mengenai pembinaan, apresiasi dan pendidikan literasi.
  2. Menjadi Teladan. Bagian ini akan menguraikan karya-karya Ajip yang tertulis dan diterbitkan, tentu dalam jumlah yang terbatas sesuai kemampuan penulis artikel ini mengumpulkannya. Tahun-tahun penerbitan karya ini akan menjadi penanda garis waktu, sekaligus menjadi gambaran suasana literasi di sekitar Ajip dari masa ke masa. Dalam mengembangkan kualitas bangsa melalui minat baca, Ajip berusaha menjadi teladan bagi generasi muda.
  3. Penerbitan Buku dan Majalah. Sepanjang karirnya, Ajip telah mendirikan lebih dari 3 penerbit buku dan majalah, mulai dari Bandung, Jatiwangi hingga Jakarta. Idealismenya yang tinggi menyebabkan buku-buku yang diterbitkan oleh penerbitnya itu haruslah buku bermutu yang bermanfaat bagi pengembangan bahasa dan minat baca masyarakat.
  4. Mendirikan Lembaga Kebudayaan. Ada beberapa lembaga yang digagas pendiriannya oleh Ajip dalam bidang kebudayaan. Tujuan utamanya untuk penelitian, memberikan apresiasi dan merangsang perkembangan kebudayaan masyarakat secara luas.
  5. Mengadakan Hadiah Rancage. Kecintaannya pada bidang kebudayaan membuatnya semakin serius dalam membina masyarakat dengan memberikan hadiah bagi karya dan jasa yang bermutu. Sejak dirintisnya pada 1989, hadiah ini mulanya dimodali kocek pribadi Ajip. Hadiah ini juga tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai hadiah pertama yang secara konsisten diberikan setiap tahun tanpa henti hingga kini. Menjelang akhir hayatnya pun, Ajip masih memikirkan kelangsungan pemberian hadiah ini.
  6. Proyek Penelitian Pantun & Folklor Sunda dan Penerjemahan Karya Sastera. Pengalaman Ajip mendokumentasikan pantun dan folklor Sunda ini kemudian mengantarkannya menjadi pemakalah pada Konferensi Internasional Orientalis ke-29 di Paris pada 1973. Ia juga mengusahakan penerjemahan karya sastera Indonesia dan daerah ke dalam bahasa-bahasa asing dan sebaliknya, sebagai upaya menyediakan bahan bacaan yang bermutu bagi masyarakat.
  7. Mengadakan Persidangan. Tercatat ada beberapa persidangan yang digagas oleh Ajip berkaitan dengan pengembangan kebudayaan. Persidangan ini mulai dari berskala nasional hingga internasional.
  8. Mendirikan Lembaga Dokumentasi dan Perpustakaan. Di usianya yang sudah mapan, Ajip mendirikan beberapa lembaga (di samping butir (d)) yang bertujuan khusus untuk mendokumentasikan khazanah intelektual bangsa kita, sekaligus tempat pewarisan kebudayaan bangsa kita yang begitu beragam. Dua di antaranya adalah Yayasan Dokumentasi Sastera H.B. Jassin (lebih dikenal sebagai Pusat Dokumentasi Sastera/PDS H.B. Jassin) dan menjelang wafatnya, ia mendirikan Perpustakaan Ajip Rosidi di Bandung dengan mewakafkan sebagian besar koleksi bukunya. Bahkan biaya pembangunannya sebagian berasal dari hasil penjualan koleksi-koleksi lukisannya.

Delapan bidang tersebut, setidaknya mewakili apa yang dilaksanakan Ajip dalam rangka membina literasi masyarakat pasca Kemerdekaan. Beberapa hal lain seperti mengadakan pameran lukisan dan pertunjukan seni, hanya akan disinggung seperlunya (tentu bukan karena hal itu dianggap sepele) pada bagian yang telah disebut di atas dengan pertimbangan bahwa artikel ini lebih ditujukan untuk menyoroti segala yang berkaitan dengan pengembangan literasi masyarakat.

Melimpahnya karya dan kerja-kerja kebudayaan Ajip membuatnya diberi beragam gelar seperti “Anak Ajaib dari Jatiwangi”, “Manusia Multidimensi” dan masih banyak lagi.[18] Banyak yang menyuarakan Ajip mendapatkan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) karena jasa-jasanya yang begitu banyak. Namun sekian lama hal ini terbentur birokrasi yang sulit di negara kita. Hingga pada 2011 Ajip dianugerahi gelar Dr. (HC)., oleh Universitas Padjadjaran.

Menolak Pengkultusan

Meski sepanjang hidupnya Ajip mendapat banyak pengakuan, penghargaan dan pujian (dan tentu ia pun banyak mendapat kritik dan kecaman hingga fitnah kebencian), ia selalu berusaha tawadhu dan rendah hati. Ajip selalu menolak dikultuskan dan dibesar-besarkan. Hal ini juga diutarakannya dalam banyak kesempatan termasuk di dalam memoarnya.[19]

Oleh: Fakhri Nurzaman – Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa


[1] Rosidi, Hidup Tanpa Ijazah… Hal. 1240.

[2] Purnomo, Sapto (30 Juli 2020). Sastrawan Ajip Rosidi Akan Dimakamkan di Samping Pusara Istri Pertamanya [halaman web]. Diakses pada 22 Agustus 2024 dari laman:    https://www.liputan6.com/showbiz/read/4318507/sastrawan-ajip-rosidi-akan-dimakamkan-di-samping-pusara-istri-pertamanya?page=4

[3] Rosidi, Ajip (ed.), 2000. Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya, Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi. Jakarta: Pustaka Jaya. Hal. 413. Selanjutnya disebut Rosidi, Ensiklopedi Sunda 

[4] Setiawan, Tri Susanto (20 April 2017). Ajip Rosidi-Nani Wijaya Saling Suka dan Butuh Teman pada Usia Lanjut. [Halaman web]. diakses pada 22 Agustus 2024 dari laman: https://entertainment.kompas.com/read/2017/04/02/115340510/ajip.rosidi-nani.wijaya.saling.suka.dan.butuh.teman.pada.usia.lanjut

[5] Nani Wijaya dan Ajip Rosidi Telah Menikah di Cirebon (16 April 2017). [Halaman web]. Diakses pada 22 Agustus 2024 dari laman: https://entertainment.kompas.com/read/2017/04/16/144846610/nani.wijaya.dan.ajip.rosidi.telah.menikah.di.cirebon

[6] Sastrawan Ajip Rosidi Meninggal Dunia (29 Juli 2020). [Halaman web]. diakses pada 23 Agustus 2024 dari laman: https://news.detik.com/berita/d-5113425/sastrawan-ajip-rosidi-meninggal-dunia

[7] Rukmorini, Regina (20 Juli 2020). Ajip Rosidi Meninggalkan Karya yang Belum Selesai. [Halaman web]. Diakses pada 23 Agustus 2024 dari laman: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2020/07/30/ajip-rosidi-meninggalkan-karya-yang-belum-selesai selanjutnya ditulis Rukmorini, Ajip Rosidi Meninggalkan Karya yang Belum Selesai

[8] Nugraha, Arif Utsman (5 Desember 2021). Umur Panjang yang Berkah. [Halaman web]. Diakses dari laman: https://intanilmu.sch.id/kajian-riyadhusshalihin/umur-panjang-yang-berkah/ pada 22 Agustus 2024.

[9] Sahabat Seni Nusantara & Wablas. Mengenang Ajip Rosidi. Siaran langsung pada 9 Agustus 2020 yang ditayangkan oleh Kanal YouTube Sahabat Seni Nusantara. Diakses pada 22 Agustus 2024. Dadan Sutisna, salah satu narasumber menyatakan ketika dia membantu Ajip mendirikan Yayasan Pusat Studi Sunda, saat pengumpulan KTP untuk diantar sebagai persyaratan kepada notaris ia melihat dari sekian banyak tokoh Sunda pendiri hanya Ajip yang tertulis berprofesi sebagai pengarang (menit ke 1:25:04-1:25:23).

[10] Lihat entri Ajip Rosidi dalam Wikipedia (27 Agustus 2023). [Halaman web]. Diakses pada 23 Agustus 2024 dari laman: https://id.wikipedia.org/wiki/Ajip_Rosidi#cite_note-ajip5-8

[11] Lihat Entri Ayip Rosidi dalam Rosidi, Ensiklopedi Sunda… Hal. 71-72.

[12] Lihat Rosidi, Hidup Tanpa Ijazah … Hal. 1249-1258. Dalam memoar sejumlah 163 judul, ditambah 1 judul memoar itu sendiri.

[13] Rukmorini, Ajip Rosidi Meninggalkan Karya yang Belum Selesai

[14] Pribadi, Bowo (30 Juli 2020). [Halaman web]. Ajip Rosidi Ingin Berkarya Tentang Rasuliullah SAW. Diakses pada 23 Agustus 2024 dari laman:  https://news.republika.co.id/berita/qea6sy368/ajip-rosidi-ingin-berkarya-tentang-rasulullah-saw

[15] Dadan Sutisna (lihat catatan no 9) menyatakannya di menit ke 1:28:56-1:29:04.

[16] Lihat Kuntowijoyo, 2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal. 5.

[17] Surabaya: Bina Ilmu. 1983.

[18] Lihat Alwasilah, A. Chaedar, Hawe Setiawan dan Rachmat Taufiq Hidayat (ed.). Jejak Langkah Urang Sunda: 70 Tahun Ajip Rosidi. Bandung: Kiblat Buku Utama, 2008.

[19] Lihat Rosidi, Hidup Tanpa Ijazah … Hal. 1154-1157.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here