“Saya percaya tidak ada orang yang menguasai informasi tentang Jawa lebih dariku.”[1]
– Sir Thomas Stamford Raffles

Bersama Radermacher, Thomas Stamford Raffles menjadi bagian dari jejaring Freemason di Jawa. Ia diinisiasi menjadi Tingkat Dua dalam sebuah upacara di Loji ‘Virtutis et Amitis Amici’ di Pondok Gedeh, dekat Bogor. Loji tersebut dimiliki oleh Nicolaus Engelhard (1761-1831). Keanggotaan Raffles di Freemason terus menyertai karirnya. Di Bengkulu misalnya, ia menjadi anggota Loji The Rising Sun.[2] Dan keanggotaannya di Freemason dan jejaringnya membantu perjalanan karirnya di Jawa bahkan Sumatera.[3]

Di Jawa Raffles memimpin penguasaan Inggris atas Hindia Timur dalam waktu yang relatif singkat tetapi sangat berpengaruh (menjabat 1811-1816). Kebijakan Raffles di Jawa jelas dipandu oleh motivasi keuntungan ekonomi untuk East India Company (EIC). Namun berbagai kebijakan dan aturan ditelurkan Raffles dengan dalih untuk menyenangkan orang Jawa dan masyarakatnya.[4]

Sir Thomas Stamford Raffles by George Francis Joseph, oil on canvas, 1817. Sumber foto: https://artuk.org/discover/artworks/sir-thomas-stamford-bingley-raffles-156939

Tentu saja ini sekedar pemanis bibir ala kolonialis. Sebab ia bukan saja mengeksploitasi Jawa demi keuntungan finansial, bahkan ambisinya akan pengetahuan tentang masyarakat Jawa membuatnya menjarah kekayaan budaya Jawa. Hal ini terjadi ketika pasukan Inggris merampok Keraton di Yogyakarta pada bulan 20 Juni 1812. Emas, perhiasan, uang tunai, arsip keraton hingga naskah-naskah di daun lontar, setiap babad berbahasa Kawi, Jawi, Arab dan Sanskerta dijarah pasukan Inggris di bawah kuasa Raffles.[5] Membuatnya menegaskan kekuasaan Inggris di Jawa, bukan sekedar fisik tetapi juga mendiktekan bagaimana kehidupan dan makna Jawa.

Pandangan dan pemikiran Raffles mengenai orang Jawa akan terus mewarnai dan mempengaruhi pandangan tentang Jawa yang diusung oleh para orientalis. Tentu saja jejak pandangan ini terekam dalam karya monumentalnya The History of Java.

Bersumberkan informan-informan lokal seperti Kiai Adipati Sura Adimanggala, seorang bupati Semarang dan Natakusuma, bupati Sumenep yang juga ahli Bahasa Jawa dan Arab, Raffles mampu membangun The History of Java sebagai satu karya yang memberi banyak informasi tentang sejarah dan kebudayaan.[6] Bahkan karya ini tak lepas dari informasi yang dikumpulkan oleh koleksi MacKenzie, dan tak kalah penting adalah karya seorang Belanda yang Bernama J.A. van Middelkoop. Ada pula kontribusi dari surveyor Belanda Bernama Mayor H.C. Cornelius yang menyuplai denah dan gambaran tentang candi-candi di Jawa. Lalu studi Kapten George P. Baker yang detil mengenai candi Borobudur. Rentetan sumber-sumber ini adalah kaki-kaki yang menyangga The History of Java-nya Raffles dan tak selalu disebut secara terbuka.[7]

 Sebagai seorang pejabat kolonial yang hendak mengubah tatanan ekonomi di Jawa, Raffles memang berkepentingan untuk mengumpulkan data dan bertujuan untuk menerapkan sistem perpajakan yang baru.[8] Hanya saja yang perlu digarisbawahi, Raffles dan kolonialis abad ke-19 lainnya, bukan sekedar menulis informasi yang rinci tentang orang dan negeri yang mereka datangi, tetapi juga mengatur data yang mereka kumpulkan, dikurasi secara canggih dan cerdas untuk membingkai Asia Tenggara dan masyarakatnya  sebagai objek pengetahuan yang bisa dimanfaatkan. Data-data ini bukan sekedar proses yang apa adanya, tetapi diinformasikan dan dipandu untuk rencana dominasi yang lebih besar.[9]

Di satu sisi, The History of Java memang menjadi satu karya besar dalam studi tentang Jawa dan menstimulasi secara aktif studi akademik tentang Jawa,[10] tetapi karya ini juga tak lepas dari bias-bias kolonial yang sudah terpatri dalam pikiran penulisnya. Bagi Raffles, ia adalah orang yang paling tahu tentang Jawa. Dalam suratnya pada Elton Hammond, ia menyatakan bahwa, “Saya percaya tidak ada orang yang menguasai informasi tentang Jawa lebih dariku.”[11]

Karya The History of Java telah memberi sumbangan yang banyak mengenai keterpengaruhan Jawa dengan kebudayaan India. Istilah “Indian colonization” (kolonisasi India) yang dipakainya berusaha menunjukkan betapa kuatnya pengaruh India di Jawa.[12] Raffles juga berusaha menunjukkan besarnya pengaruh tersebut lewat batik, bidang politik dengan adanya gelar-gelar kebangsawanan, dan Bahasa dan sastra, sehingga menunjukkan kejayaan masa lalu yang gemilang.[13]

Tetapi menurut Raffles, masyarakat Jawa kemudian telah mengalami kemunduran dan perlu diselamatkan.[14] Salah satu penyebab kemunduran ini adalah kehadiran orang-orang Arab yang disebutnya fanatik dan intoleran. Mereka kemudian merebut masa gemilang Hindu-Budha di Jawa dan membawa kebudayaan dan peradaban Jawa pada kemunduran.[15]

Dalam berbicara pengaruh Islam di luar Jawa (pada kerajaan Melayu) misalnya, Raffles menyayangkan bahwa orang Eropa hanya berhubungan dengan mereka, ketika mereka ketika sudah memasuki masa kemundurannya.

“Institusi Mahometan telah melenyapkan karakter kuno mereka, dan bukan saja telah menghambat kemajuan, tetapi juga mendorong pada kemunduran mereka,” terang Raffles.[16]

19th Century Javanese warrior. Illustration a warrior from Java, Indonesia, wearing traditional clothes. Published in ‘Travellers from XIX th century’ by Jules Verne (1880).

Dalam The History of Java, kita dapat melihat bahwa dari 800-an halaman, ada 68 halaman yang membahas mengenai agama. Dan hanya ada lima halaman yang membahas agama masyarakat Jawa kala itu, yaitu Islam.[17] Bagi Raffles, meski Islam sudah menjadi agama orang Jawa pada masa itu, tetapi Islam telah menyesuaikan dengan situasi di Jawa dan bercampur dengan adat lokal dan hukum dari Hinduisme.[18]

Islam, atau dalam istilah Raffles, “The Mahomedan Religion” hanya agama pada permukaan saja. Menurutnya,

“Agama Mahomedan, seperti yang saat ini hadir di Jawa, tampaknya hanya telah mencapai bagian permukaan, dan hanya sedikit berakar pada hati orang Jawa. Beberapa adalah penganut yang antusias, dan menganggapnya sebagai satu kehormatan untuk mendukung dan menghargai doktrinnya: tetapi sebagai sebuah bangsa, orang Jawa tidak merasa benci pada orang Eropa sebagai kafir; dan ini mungkin menjadi bukti terbaik bahwa mereka Mahomedans yang tidak sempurna.”[19]

 Raffles juga menunjuk perilaku pangeran Jawa yang menghadiri upacara agama Hindu yang dilakukan tentara Sepoy (tentara inggris yang berasal dari India). Pangeran ini menurut Raffles membantu para Sepoy dengan menyediakan berhala yang telah diwarisi dalam keluarganya. Para sepoy memuji pengeran ini dengan menyebutnya keturunan dari Rama dan jika kekuasaan Hindu hadir Kembali, menurut Raffles mungkin masyarakat Jawa akan segera Kembali ke agama Hindu.[20]

Pandangan Raffles ini memang mengarahkan bahwa Islam tidak berakar pada masyarakat Jawa. Menurutnya, orang Jawa masih tunduk terikat  pada kebiasaan dan upacara kuno (dan beberapa mereka tinggalkan ketika memeluk agama baru mereka). Meskipun orang-orang Islam menolak untuk mengakui praktek pagan secara terbuka, tetapi mereka masih melestarikannya.[21]

Raffles juga menunjukkan bahwa orang Jawa bukanlah muslim yang taat dan hanya sedikit mengenal doktrin Islam. Menurutnya,

“Orang-orang pribumi masih sangat terikat pada kebiasaan kuno, dan walaupun mereka telah lama meninggalkan penghormatan terhadap kuil dan berhala lama, tetapi mereka masih mempertahankan penghormatan terhadap hukum, kebiasaan dan ketaatan yang unggul sebelum datangnya Mahomedanism. Dan walaupun beberapa individu di antara mereka mungkin bercita-cita untuk kesucian dan kecocokan yang lebih kuat pada Mahomedanism daripada yang lainnya, agak tepat untuk dikatakan, bahwa orang Jawa pada umumnya, meski mereka percaya pada Tuhan yang maha esa, dan Muhammad adalah Nabinya, dan taat pada beberapa bentuk penyembahan dan ketaatan lahiriah, dan sedikit mengenal doktrin agama tersebut, dan mereka adalah pengikut yang paling tidak fanatik.[22]

Ia mencontohkan bahwa orang-orang Jawa tidak minum alkohol bukan karena motif relijius. Sayangnya, ia juga tidak menyebutkan motif sebenarnya yang mendasarinya. Fenomena lain yang menurutnya tidak menunjukkan orang Jawa sebagai Muslim yang taat adalah kepemilikian properti yang seharusnya diwariskan menurut hukum Islam, tetapi pada Orang Jawa dicampur dengan kebiasaan lain. Hanya saja, Raffles tidak juga menjelaskan kebiasaan kuno apa yang dicampurkan terkait hal ini. Namun ia menyimpulkan bahwa Islam masih mencari pijakan dan hal ini dipermudah oleh para pendakwah dari Arab yang datang ke Jawa.[23]

Raffles memandang hubungan antara orang Arab dan pribumi ini didorong oleh pelaksanaan ibadah haji. Menurutnya setiap orang Arab dan Jawa dari Mekkah yang kembali dari haji, dianggap masyarakat sebagai wali dan seringkali dianggap memiliki kekuatan gaib. Oleh sebab itu mudah bagi mereka untuk membangkitkan pemberontakan dan menjadi instrumen yang paling berbahaya bagi otoritas pribumi yang melawan kepentingan Belanda.[24]

Bagi Raffles orang Jawa secara umum adalah muslim yang mencampurkan doktrin tahayul dari penyembahan pagan kuno. Orang Jawa pada dasarnya jauh dari fanatik. Mereka lebih lembut dan penurut. Mereka akan menjadi orang-orang yang taat di bawah hukum yang bagus dan pemerintahan yang lembut.[25]

Fanatisme orang Jawa dituding Raffles dipengaruhi oleh para pendeta ‘Mahomedan.’ Para pendeta ‘Mahomedan’ ini menurut Raffles terlibat aktif hampir disetiap perlawanan. Sebagian dari mereka, adalah peranakan Arab dan berkelana dari negeri ke negeri di Kepulauan Timur, dan biasanya mereka mendorong penguasa lokal untuk menyerang dan membantai orang Eropa sebagai kafir dan pengacau. Raffles menuding politik dagang monopolistik Belanda turut memperparah situasi ini dan mendorong orang Jawa semakin dekat dengan prinsip Qur’an yang tak bisa ditolerir dan buruk.[26]

Setidaknya dapat disimpulkan bahwa Orang Jawa bagi Raffles, meski mayoritas, sejatinya bukan muslim yang taat. Dan kepercayaan mereka bercampur dengan kepercayaan kuno dan sangat mungkin untuk Kembali pada agama hindu. Islam baginya telah membawa kemunduran dari masa gemilang yang dibawa Hindu. Padahal jika merujuk pada pendapat Van Leur, pengaruh Hindu pada masyarakat Jawa hanya terbatas pada kaum Brahma.[27]

Penekanan Raffles terhadap agama Hindu ini tak bisa dilepaskan dari konsep kolonisasi India pada orang Jawa yang disuarakan Raffles. Dan Raffles bukan satu-satunya yang beranggapan demikian pada masa itu. Adapula Sir John Crawfurd, seorang dokter dan administrator kolonial yang memiliki pendapat sama mengenai Hinduisme ini. Menurut Jochem van den Boogert, istilah “Hinduisme” baru dicetuskan paling tidak di tahun 1787 oleh Charles Grant. Begitu pula istilah “Budhisme” yang baru muncul di akhir abad 18.[28]

Konsep Budhisme sebagai reformasi dari Hindusime mirip dengan relasi antara Katolikisme dan Protestanisme. Hal ini merujuk pada karya Raffles yang memberi perhatian besar pada Candi Hindu di kompek Prambanan, dan cara Crawfurd yang mengklasifikasikan menjadi beberapa kelas dan akhirnya memberikan jarak antara yang bentuk penyembahan yang asli dengan yang telah merosot.[29]

John Crawfurd. Sumber foto: wikipedia.

Hinduisme di Jawa dalam pandangan Crawfurd telah merosot, sebab orang Jawa dianggap gagal untuk menerima bentuk asli Hinduisme, dan malah memodifikasi agama Hindu. Hal ini menurut Crawfurd diakibatkan oleh kurangnya kapasitas mental orang Jawa.[30] Maka alih-alih menganggap Raffles dan Crawfurd menghadapkan Islam dengan Hinduisme, menurut Boogert, pandangan mereka adalah menganggap agama lain tidak ada yang lebih baik dari Kristen. Sikap penelitian yang memusatkan perhatian pada agama asli dan yang telah tercampur (corrupted) mencerminkan cara pandang barat tentang doktrin kemurnian agama (purity of religions) dan memproyeksikan agama lain berdasarkan sejarah agama di Eropa.[31]  Sehingga deskripsi agama di Jawa terkait antara dua hal, yaitu konsep kepercayaan dan praktek. Deskripsi ini nanti akan menjadi standar tertentu yang direproduksi oleh peneliti lainnya.[32]

Terakhir, pandangan Raffles yang menganggap Islam tidak berakar di Jawa, dan orang Jawa yang lembut menjadi fanatik ketika dipengaruhi oleh pendakwah (Mahomedan priest) sehingga mengancam keamanan di negeri jajahan adalah cara pandang berlandaskan kepentingan politik keamanan kolonial yang akan diwarisi oleh para orientalis terkemuka selanjutnya. Tetapi sebelum sampai ke sana, wacana mengenai Islam di Jawa akan diwarnai semakin pekat oleh para orientalis, termasuk memisahkan antara orang Jawa ‘putihan’ dengan ‘abangan.’

Bersambung

Oleh: Beggy Rizkiyansyah – Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)


[1] Noor, Farish A.

[2] Bastin, John. Sir Stamford Raffles and Some of His Friends and Contemporaries. Singapore: World Scientific Publishing, 2019.

[3] Jordan, Roy. “Thomas Stamford Raffles Masonic Career in Java: An New Perspective on the British Interregnum.” Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society 90 part 2, 313 (2017)

[4] Noor, Farish A. Data-Gathering in Colonial Southeast Asia 1800-1900: Framing the Other. Amsterdam: Amsterdam University Press, 2020.

[5] Hannigan, Tim. Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2016.

[6] Steenbrink, Karel.

[7] Boogert, Jochem van den.

[8] Boogert, Jochem van den.

[9] Noor, Farish A.

[10] Boogert, Jochem van den.

[11] Noor, Farish A.

[12] Purwasito, Andik. Imajeri India: Studi Tanda dalam Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra, 2002.

[13] Purwasito, Andik.

[14] Noor, Farish A.

[15] Noor, Farish A.

[16] Raffles, Thomas Stamford. The History of Java in Two Volumes: Vol I. London: Black, Parbury and Allen, 1817.

[17] Boogert, Jochem van den.

[18] Boogert, Jochem van den.

[19] Raffles, Thomas Stamford. The History of Java in Two Volumes: Vol II. London: Black, Parbury and Allen, 1817.

[20] Raffles, Thomas Stamford.

[21] Raffles, Thomas Stamford. Vol. I.

[22] Raffles, Thomas Stamford. Vol. II.

[23] Raffles, Thomas Stamford. Vol. II.

[24] Raffles, Thomas Stamford. Vol. II.

[25] Raffles, Thomas Stamford. Vol. II.

[26] Raffles, Thomas Stamford. Vol. II.

[27] Purwasito, Andik.

[28] Boogert, Jochem van den.

[29] Boogert, Jochem van den.

[30] Boogert, Jochem van den.

[31] Boogert, Jochem van den.

[32] Boogert, Jochem van den.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here