Keberpihakan Republik Indonesia pada Palestina, dalam sejarahnya, bukan saja di panggung politik antar negara, tetapi juga di atas panggung olahraga. Dalam kebijakan politik luar negerinya, Indonesia menolak permintaan Israel, untuk membuka perwakilan di Indonesia,[1] yang artinya tidak mengakui entitas Israel sebagai sebuah negara. Hal ini turut berdampak pada sikap Indonesia terhadap Israel di pentas olahraga sekalipun.
Hal ini terjadi di tahun 1957 ketika Tim Nasional Sepak Bola Indonesia menjalani kualifikasi Piala Dunia 1958 yang akan dihelat di Swedia. Israel yang tergabung dalam Zona Asia-Afrika, harus menghadapi boikot dari negara-negara Islam. Turki, Indonesia, Mesir dan Sudan menolak bertanding melawan Israel.
Pemerintah Indonesia menolak kemungkinan pertemuan Tim Nasional Sepak Bola Indonesia dengan Israel pada 31 Juli 1957 di Tel Aviv dan pada 18 Agustus 1957 di Jakarta. Penolakan Indonesia di dasari atas tidak adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel dan Indonesia menganut politik good neighbour policy.[2]
Pemerintah Indonesia juga menimbang bahwa penerimaan pertandingan dengan Israel dikhawatirkan juga akan merusak hubungan Indonesia dengan negara Asia-Afrika lainnya. Media massa bahkan memberitakan bahwa Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser menyurati pemerintah Republik Indonesia, menyampaikan harapannya agar tidak melakukan pertandingan sepakbola dengan Israel.[3]
Ketua PSSI kala itu, R. Maladi, mendapatkan konfirmasi 14 negara Arab tidak menyetujui pertandingan Indonesia dengan Israel. 14 negara-negara Arab tersebut juga meminta Indonesia tidak bertanding dengan Israel dan mengancam tidak akan bertanding dengan Indonesia selama-lamanya kalau Indonesia bertanding dengan Israel.[4]
Kepada Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyarankan agar pertandingan diadakan ditempat netral.[5] PSSI sendiri pasca Kongres ke-19 pada 26-28 Juli 1957 di Padang, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali keberatan mereka.[6] PSSI juga mengusulkan agar pertandingan dilakukan tanpa menyanyikan lagu kebangsaan dan pengibaran bendera.[7] Sebab menurut PSSI, jika pertandingan dibatalkan, akan menimbulkan kekecewaan publik.[8] Namun akhirnya PSSI mencoba untuk membawa usul pertandingan di tempat netral ini kepada FIFA.
FIFA sendiri tidak menolak usul ini, selama Israel menyetujuinya. Namun Israel menolak usul PSSI tersebut. Israel tidak keberatan memainkan pertandingan tandang di tempat netral, namun menginginkan agar pertandingan kandang dilakukan di Tel Aviv.[9] PSSI yang khawatir akan tersingkir dari kualifikasi meminta mediasi dari FIFA untuk persoalan ini.
Perwakilan PSSI yang berkunjung ke kantor Pusat FIFA di Swiss, Kosasih Purwanegara, mencoba mengajukan beberapa proposal. Yaitu, pertandingan netral diadakan di Roma, Beograd, Hong Kong, Singapura, atau negara netral yang diterima oleh Israel. PSSI mengusulkan agar pertandingan pertama di helat 6 Oktober 1957 dan pertandingan kedua pada 9 Oktober 1957. PSSI juga mengajukan wasit asal Italia dan hakim garis lokal yang ditunjuk oleh FIFA. FIFA sendiri memberi tenggat hingga 20 September 1957 untuk menyelesaikan persoalan ini.[10] Kosasih sendiri menyempatkan bertemu dengan Duta Besar Israel di Den Haag, Belanda. Namun Israel tetap bersikeras memainkan pertandingan kandang mereka di Tel Aviv.[11]
Hingga tenggat berakhir, tidak ada kesepakatan atas masalah ini. Israel kemudian memenangkan grup kualifikasi Piala Dunia 1958 di Zona Asia-Afrika tanpa bertanding sekalipun melawan tim-tim di grup tersebut.[12]
Meski demikian, FIFA tidak mengizinkan Israel lolos tanpa bertanding sekalipun, sehingga membuat Israel melawan undian tim Eropa yang menduduki peringkat kedua di Zona Eropa. Awalnya yang akan dihadapi Israel adalah Belgia, namun Belgia menolaknya, sehingga pilihan jatuh kepada Wales. Israel sendiri akhirnya kalah dari Wales dan gagal lolos ke Piala Dunia 1958 di Swedia.
Jika kita melihat sikap pemerintah Indonesia yang melarang Tim Nasional Israel untuk bertanding di Indonesia, tentu ini bukan sikap mengherankan. Karena dua tahun sebelumnya, Indonesia sudah menolak kehadiran Israel di Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955.[13]
Tidak Ada Israel di Asian Games Jakarta tahun 1962
Keteguhan Indonesia dalam menyikapi Israel tetap konsisten hingga beberapa tahun kemudian. Peristiwa ini terjadi dalam perhelatan Asian Games tahun1962 di Jakarta. Persoalan ini merebak ke permukaan setelah G.D. Sondhi, wakil India yang juga Wakil Presiden Asian Games Federation (AGF) memprotes tidak diikutsertakakannya olahragawan dari Israel dan Taiwan dalam Asian Games IV 1962 di Jakarta.[14]
Tim Israel dan Taiwan sebenarnya telah diundang oleh panitia penyelenggara Asian Games di bawah Menteri Olahraga, R. Maladi. Namun tim olahragawan Israel dan Taiwan, di saat-saat terakhir tidak diberikan izin masuk oleh pihak imigrasi. Menurut Menteri Luar Negeri, Soebandrio, pada hakekatnya, soal Taiwan dan Israel bukanlah soal pemerintah, tapi menjadi urusan Organizing Committee Asian Games, tetapi kalau hal tersebut menjadi persoalan serius, tentu saja pemerintah akan turut campur.[15]
Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Moh. Hatta, termasuk pihak yang menaruh perhatian dalam soal ini. Menurut Hatta, kehadiran Israel dan Taiwan termasuk pihak-pihak yang tidak diterima penuh oleh negara Asia. Kehadiran mereka akan menimbulkan persoalan. Hatta bertanya, bagaimana pula nanti misalnya dalam soal lagu kebangsaan? “Konsekuensi ini agak berat,” kata Hatta.[16]
Surat kabar Merdeka edisi 25 Agustus 1962 menyebutkan bahwa atlet dari Taiwan dan Israel tidak tampak pada pembukaan Asian Games di Stadion Utama Senayan. Kepada Dewan Harian Asian Games Federation (AGF), Menlu Soebandrio mengirim surat yang mengatakan bahwa pemerintah menerima pernyataan pengunduran diri Israel dari Asian Games.[17]
Soebandrio menyatakan menolak kehadiran kontingen Israel dan Taiwan, sebab menurutnya olahraga bukan semata-mata olahraga, tetapi juga harus mempertimbangkan persoalan politik. Sehingga meski undangan telah sampai ke Tel Aviv, tetapi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia tetap tidak memberikan visa kepada mereka.[18]
Atas sikap Indonesia ini, bukannya tanpa resiko. Sejak awal International Olympic Comittee (IOC) mengancam agar bendera IOC tidak boleh dikibarkan pada penyelenggaraan Asian Games jika delegasi kedua negara tersebut tidak diizinkan masuk.[19] Negara-negara peserta Asian Games bahkan turut terseret mendapatkan ancaman. International Association of Athletics Federation (IAAF) bahkan mengancam negara-negara yang turut serta dalam Asian Games akan dikeluarkan dari keanggotaan di IAAF.[20]
Pada akhirnya, pihak Indonesia tidak bergeming dengan keputusannya, sehingga akhirnya IOC menjatuhkan sanksi kepada Indonesia. Peristiwa ini yang akhirnya membuat Presiden Sukarno mencetuskan diselenggarakannya Games of The New Emerging Forces (GANEFO) pada tahun 1963.[21]
Konsistensi sikap pemerintah Indonesia ini dapat kita pahami, mengingat ada hal-hal yang lebih prinsipil ketimbang olahraga. Sikap Indonesia yang menolak penjajahan yang dilakukan Israel sejalan dengan prinsip anti-kolonial dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Oleh: Beggy Rizkiyansyah – Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
[1] Yegar, Moshe. “The Republic of Indonesia and Israel.” Israel Affairs 12, No. 1 (2006): 136-158.
[2] Bayu Aji, R.N. 2002. Politik Naisonalisme Sepak Bola Indonesia Era Soekarno 1950-1965. Temanggung: Penerbit Kendi. Dan lihat juga Java Bode, 27 Juni 1957
[3] Het Nieuwsblad voor Sumatra, 10 Agustus 1957
[4] Bayu Aji, R.N. 2002. Politik Naisonalisme Sepak Bola Indonesia Era Soekarno 1950-1965. Temanggung: Penerbit Kendi.
[5] Preanger Bode, 15 Juli 1957
[6] Preanger Bode, 7 Agustus 1957
[7] Java Bode, 27 Juni 1957
[8] Preanger Bode, 7 Agustus 1957
[9] Java Bode, 27 Agustus 1957
[10] Preanger Bode, 10 September 1957
[11] Java Bode, 9 September 1957
[12] Pritchard, David. World Cup Play-offs: Wales’ 1958 Tale of Politics, Show Tunes and Triumph in Israel. 3 Juni 2022. https://www.bbc.com/sport/football/60750889
[13] Samour, Naheed. “Palestine at Bandung: The Longwinded Start of Imagined International Law dalam Bandung, Global History and Internaitonal Law: Critical Pasts and Pending Future, edited by Luis Elsava, Michael Fakhri, and Vasuki Nesiah, 595-615. Cambridge: Cambridge University Press, 2017.
[14] Rahayu, Amin. 2018. Asian Games IV 1962 di Jakarta: motivasi dan capaiannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[15] Merdeka, 24 Agustus 1962
[16] Noer, Deliar. 1990. Mohammad Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES
[17] Merdeka, 25 Agustus 1962
[18] Rahayu, Amin. 2018.Asian Games IV 1962 di Jakarta: motivasi dan capaiannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.
[19] Trouw, 24 Agustus 1962
[20] Merdeka, 27 Agustus 1962
[21] Rahayu, Amin. 2018. Asian Games IV 1962 di Jakarta: motivasi dan capaiannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.